Englinesian, Jaksel, Sok Inggris

Disclaimer : Aku tidak tinggal di Jakarta Selatan

This topic were frequently talked couple months ago since the way "Anak-Anak Jaksel" (Jaksel : Jakarta Selatan) talk to their friends was found strange by most people. Mereka suka mencampur-adukkan Bahasa Inggris dengan Bahasa Indonesia di setiap percakapan mereka. Orang-orang yang mulai menyadari keganjalan dari cara mereka berbicara membawa topik ini hingga ke media sosial dan tak banyak yang menjadikannya bahan bully-an. 

Kenapa yang menjadi objek pembicaraan adalah "Anak-Anak Jaksel"? Itu karena memang yang paling sering menggunakan Englinesian (Read : English Indonesian. I found this word from Sacha Stevenson in her youtube channel. Go check it. Her contents are super berfaedah) adalah orang-orang yang tinggal atau sering menghabiskan waktu di Jakarta Selatan. Mereka suka ngomong, "gue literally excited banget begitu denger The Chainsmokers bakal manggung di Jakarta. Can't waittt". Misalnya seperti itu. 

Dari fenomela Anak Jaksel tersebut, aku mengambil satu kesimpulan. Orang Indonesia sangat mengagung-agungkan Bahasa Inggris. 

If you don't, you won't ever give a damn everytime people use Englinesian in their conversation. Emang kenapa kalau orang-orang mencampur-campurkan Bahasa Inggris dengan Bahasa Indonesia? Emang kenapa orang-orang menggunakan Bahasa Inggris dalam percakapannya dengan orang lain? Emang kenapa kita tidak boleh salah secara grammar dan secara pronounciation saat berbicara dalam Bahasa Inggris? Emang Bahasa Inggris lebih baik dari Bahasa Indonesia?

Sejak kecil, aku tertarik dengan Bahasa Inggris. I thought learning and being able to speak english were cool. As time goes by, aku mulai mengubah mindset dengan menganggap bahwa niatku belajar bahasa inggris adalah untuk memperkaya diri dengan satu bahasa yang bukan mother language-ku. Not because I adore english so much that I praise English over Bahasa or even praise people who speak English well more than people who don't. Semua bahasa sama. Dengan mampu menguasai lebih dari satu bahasa, itu yang KEREN. Bukan cuma Bahasa Inggris. 

Aku cukup sering disindir oleh orang-orang di sekitarku setiap menyelipkan kata-kata Bahasa Inggris ketika berbicara dengan mereka. Beberapa dari mereka bahkan secara terang-terangan menunjukkan keberatannya. Mereka mengejekku Jaksel dan Sok Inggris padahal aku bahkan tidak tinggal disana. Tapi aku selalu menjawab dengan, "bodo amat. Kalau bukan pas ngomong begini, kapan lagi bisa pake bahasa inggris dan belajar untuk speaking?"

Yang harus diubah itu mindset kita. Ingat, English is an inevitable skill you have to possess if you want to be recognized globally. Nggak bisa dipungkiri. Jadi, tidak ada salahnya kita belajar dengan menyelipkannya ketika kita berbicara dengan orang lain. Salah ya bukan masalah. Yang jadi masalah itu adalah orang yang merasa tidak nyaman saat melihat kesalahan orang yang berani berbuat salah untuk menjadi lebih baik.

Orang Inggris saja tidak marah saat bahasa mereka dicampur dengan bahasa lain. Kenapa kita malah nggak suka sama orang yang mencampurkan bahasa kita dengan bahasa Inggris. Kita sangat mengagumi bule-bule yang bisa berbahasa Indonesia walaupun terbata-bata dan mereka sering mencampurnya dengan mother language mereka. Kenapa kita tidak berpikir bahwa mereka juga memiliki pemikiran yang sama soal Englinesian?

Mari berpikir lebih open-minded, ubah kebiasaan terlalu mengurusi hidup orang lain, dan mulai memperkaya diri kita dengan skill-skill yang memang dibutuhkan di era yang semakin maju ini. Salah satunya ya dengan belajar Bahasa Inggris. Bukan karena Bahasa Inggris lebih baik dari Bahasa Indonesia, tapi karena dengan bisa berbahasa selain bahasa Indonesia, kita punya nilai lebih. 

Comments

Popular posts from this blog

(Merasa) Diabaikan